Pendahuluan Modul ini merupakan modul pertama dari mata kuliah Bahasa Inggris Untuk Guru SD. Tentu saja Anda telah memiliki ketrampilan berbahasa inggris yang diperoleh dari sejak bangku sekolah.
Sebelumnya, modul ini diambil dari tulisan Prof. Dr. Himpun Panggabean, M.Hum. Dalam modul ini, Anda akan mempelajari urgensi dan posisi Bahasa Inggris di Indonesia. Dari bahan ini Anda diharapkan memiliki kemampuan sebagai berikut:
1. Dapat menjelaskan secara komprehensif urgensi Bahasa inggris di Indonesia
2. Dapat mendeskripsikan posisi Bahasa inggris di Indonesia.
Untuk membantu Anda menguasai hal itu, dalam modul ini akan disajikan beberapa pertanyaan untuk didiskusikan secara mendalam. Agar Anda berhasil dengan baik mempelajari modul ini, ikutilah petunjuk belajar berikut ini.
1. Bacalah dengan cermat pendahuluan modul ini sampai Anda memahami dengan benar apa, untuk apa dan bagaimana mempelajari modul ini
2. Bacalah sepintas bagian demi bagian dan temukan kata-kata kunci yang Anda anggap baru. Carilah dan baca pengertian kata-kata kunci dalam daftar kata-kata sulit modul ini atau dalam kamus yang ada pada Anda
3. Tangkaplah pengertian demi pengeritan dari isi modul ini melalui pemahaman sendiri dan tukar pikiran dengan mahasiswa atau guru lain serta dengan tutor Anda
4. Mantapkan pemahaman Anda melalui diskusi mengenai pengalaman sehari-hari yang berhubungan dengan pengetahuan sosial dalam kelompok kecil atau secara klasikal pada saat tutorial.
Pendahuluan
Dengan meningkatnya interdependensi antarnegara di seluruh dunia, bahasa Inggris tidak lagi hanya merupakan bahasa negara-negara di mana bahasa Inggris digunakan sebagai bahasa pertama (English as First Language) seperti Amerika Serikat, Inggris, Australia, dan sebagian wilayah Kanada, tetapi juga merupakan bahasa seluruh negara di dunia dalam posisinya sebagai lingua franca global.
Di India, hampir semua mata pelajaran diajarkan dalam bahasa Inggris mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD) sampai tingkat Perguruan Tinggi (PT). Kebijakan ini dilakukan karena bahasa Ingris dipandang sebagai suatu keunggulan dan pembuka kesempatan untuk memperoleh pekerjaan yang baik.
Di Malaysia, bahasa Inggris dianggap sebagai bahasa yang sangat penting walaupun bahasa nasional negara itu adalah bahasa Melayu. Bahasa Melayu merupakan bahasa pemersatu sedangkan bahasa Inggris merupakan bahasa yang berfungsi untuk memperoleh keunggulan kompetetif internasional. Pentingnya posisi bahasa Inggris di Malaysia dapat dilihat dari fungsi bahasa Inggris sebagai bahasa bisnis, ketenagakerjaan, pendidikan, politik, kepariwisataan, hukum, dan media. Pada Visi 2020 Malaysia, Malaysia diproyeksikan sebagai negara maju yang ditandai dengan kemahiran berbahasa Inggris warga Malaysia.
Di Singapura, bahasa Inggris merupakan bahasa pertama meskipun bahasa Melayu adalah bahasa nasional. Bahasa Inggris dipandang sebagai bahasa yang menjadikan Singapura sebagai salah satu pemimpin bisnis kosmopolitan dunia (world business cosmopolitan leader). Karena pentingnya bahasa Inggris, sejak tingkat SD, pemerintah Singapura menerapkan sistem pendidikan bilingual dengan menetapkan bahasa Inggris sebagai bahasa pertama berdampingan dengan salah satu bahasa-bahasa resmi lainnya (bahasa Mandarin, Tamil, dan Melayu).
Di Turki bahasa Inggris dipandang sangat penting bagi dunia kerja sehingga diajarkan mulai dari SD sampai PT. Melalui penguasaan bahasa Inggris, para tenaga kerja Turki diharapkan akan mampu memasuki pasar Uni Eropa.
Di Iran, meskipun bahasa Inggris cenderung dianggap sebagai bahasa musuh karena merupakan bahasa warga Amerika Serikat, bahasa Inggris merupakan inovasi industri dan teknologi Iran dalam usahanya untuk mengakhiri ketergantungan ekonominya pada produksi minyak. Generasi muda di negara ini secara aktif menggunakan bahasa Inggris untuk mencari informasi di internet dan melalui cara seperti ini tingkat penguasaan bahasa Inggris mereka sangat tinggi di tengah keterbatasan untuk mempelajarinya.
Di Thailand, pemerintah menyadari bahwa dengan meningkatnya kemampuan berbahasa Inggris penduduknya, daya saing dan peranan internasional negara itu akan semakin meningkat. Untuk meningkatkan kemampuan rakyat Thailand berbahasa Inggris, bahasa ini diajarkan sejak tingkat SD dan ditambah dengan program strategis pemantapan bahasa Inggris bagi percepatan kemajuan bangsa.
Di Cina, pengajaran bahasa Inggris mengalami ekspansi dan semakin penting yang ditandai dengan kewajiban pengajaran bahasa Inggris mulai dari tingkat SD sampai tingkat PT.
Di Korea Selatan, bahasa Inggris dianggap sebagai salah satu mata pelajaran terpenting. Korea berpandangan bahwa negara itu membutuhkan lebih banyak lagi orang yang mempunyai kemahiran berbahasa Inggris untuk dapat bertahan sebagai bagian dari komunitas global. Bahasa Inggris diakui sebagai alat untuk mengetahui lebih banyak tentang budaya asing dalam perspektif internasional.
Berdasarkan uraian di atas, posisi bahasa Inggris sangat penting dan urgen untuk menjadi global player. Atas dasar itu, Indonesia juga harus menempatkan bahasa Inggris pada posisi yang sama agar dapat berperan lebih besar pada tataran internasional dalam bidang ilmu pengetahuan, ekonomi, politik, teknologi, dan budaya.
Meskipun bahasa Inggris di Indonesia telah semakin intensif dan ekstensif dipelajari dan kemahiran bahasa Inggris (English proficiency) dijadikan sebagai syarat penerimaan dan penamatan mahasiswa program S2 dan S3 di beberapa PT serta sebagai syarat melamar kerja di beberapa perusaahaan, bahasa Inggris belum digunakan secara luas dan jumlah penduduk Indonesia yang mampu berbahasa Inggris masih sangat rendah. Artinya, pemakaian bahasa Inggris di Indonesia masih terbatas pada event-event dan kalangan tertentu serta cenderung hanya sebagai legalitas.
Di tingkat PT, misalnya, pemakaian bahasa Inggris terbatas pada proses belajar-mengajar pada jurusan bahasa Inggris. Akibatnya, penguasaan bahasa Inggris di PT sangat rendah sehingga ketika dilakukan seminar atau workshop yang melibatkan narasumber pengguna bahasa Inggris, penerjemahan harus dilakukan. Seharusnya, untuk lingkungan PT pada era internet dan digital ini, tidak perlu lagi dilakukan penerjemahan. Jika masalah itu tidak dapat diatasi, harapan pemerintah agar semua PT, termasuk PTS di Indonesia go international hanyalah angan-angan menerawang langit. PT yang para dosennya tidak menguasai bahasa Inggris tidak akan mungkin dapat melakukan kerja sama internasional dan mempublikasikan karya ilmiah di jurnal internasional. Mengapa kebanyakan PT di Indonesia tidak mempunyai International Affair Office seperti di PT-PT di luar negeri, termasuk di negara tetangga, adalah karena rendahnya penguasaan bahasa Inggris.
Dalam bidang penulisan karya ilmiah untuk publikasi di jurnal-jurnal internasional yang terindeks Scopus, Elsevier, Thomson Reuters atau ISI, Indonesia masih tertinggal dari negara-negara tetangga. Menurut Scimago Journal Ranking, (http://www.scimagojr.com/countryrank.php), Indonesia berada di bawah Singapura, Thailand, Malaysia, Pakistan, Iran, dan Irak dalam publikasi karya ilmiah walaupun jumlah PT dan penduduk Indonesia jauh lebih besar dari jumlah PT dan penduduk di negara-negara tersebut. Jika kita mengunduh secara acak jurnal internasional di internet, kita mungkin tidak akan menemukan penulis dari Indonesia dan akan melihat penulis-penulis dari Malaysia, Singapura, Cina, Korea, Jepang, Thailand, dan bahkan dari negara yang mengalami pembatasan proses belajar bahasa Inggris seperti Iran. Salah satu penyebab terjadinya masalah tersebut adalah rendahnya penguasaan bahasa Inggris ilmiah yang mutlak dimiliki setiap penulis.
Untuk meningkatkan volume dan kualitas publikasi ilmiah internasional yang kini tercatat sebagai salah satu agenda Kemenristekdikti, pemerintah Indonesia dan sejumlah PT terkemuka di Indonesia terus mendorong setiap dosen untuk mempublikasikan karya ilmiahnya di jurnal-jurnal internasional dengan memberikan insentif puluhan juta rupiah untuk satu publikasi. Namun agar sasaran tersebut dapat tercapai, strategi untuk menguasai bahasa Inggris untuk tujuan penulisan karya ilmiah harus dijadikan sebagai bagian terintegrasi dengan agenda Kemenristekdikti tersebut. Perlu dicatat bahwa tanpa adanya latihan menulis secara sustainable dalam bahasa Inggris yang menuntut kompetensi gramatika, kosakata, koherensi, dan kohesi yang sangat ketat, penulisan karya ilmiah berstandar internasional tidak akan mungkin dapat dilakukan.
Meskipun salah satu kriteria jurnal internasional adalah digunakannya salah satu bahasa PBB yakni, Bahasa Inggris, Bahasa Perancis, Bahasa Arab, bahasa Cina, dan bahasa Rusia, hampir semua jurnal internasional bereputasi menggunakan bahasa Inggris sebagai konsekuensi dari semakin meluasnya pemakaian bahasa Inggris di seluruh dunia. Oleh sebab itu, proses pembelajaran bahasa asing di Indonesia harus dititikberatkan pada pembelajaran bahasa Inggris khususnya untuk tujuan penulisan karya ilmiah.
Sebagai catatan, untuk masuk dalam peringkat world class university, suatu PT harus memenuhi sejumlah standar internasional, termasuk karya ilmiah berkualifikasi internasional, kerja sama internasional serta keterlibatan mahasiswa dan dosen dalam kegiatan akademis dan penelitian pada tataran internasional yang tidak terlepas dari kemahiran berbahasa Inggris. Urgensi lain penguasaan bahasa Inggris di Indonesia adalah untuk mempersiapkan tenaga kerja Indonesia memasuki pasar internasional dengan standar yang lebih tinggi dari yang sekarang sehingga sejajar dengan tenaga kerja negara-negara lain yang menguasai bahasa Inggris serta untuk mempercepat transformasi ekonomi dan teknologi.
Posisi bahasa Inggris di dunia dapat dikategorikan atas tiga yakni English as First Language (EFL), English as a Second Language (ESL), dan English as a Foreign Language (EFL). Di negara di mana bahasa Inggris menempati posisi sebagai ESL, bahasa Inggris dipelajari dan digunakan secara luas sebagai bahasa sehari-hari dan bahasa resmi seperti di Singapura, Malaysia, dan sejumlah negara Afrika sedangkan di negara di mana bahasa Inggris sebagai EFL, bahasa Inggris dipelajari di sekolah-sekolah dan universitas tetapi tidak digunakan secara luas atau sebagai bahasa resmi seperti di Thailand, Jepang, dan Indonesia. Sementara itu, di negara di mana bahasa Inggris digunakan sebagai bahasa pertama (English as a First Language), bahasa Inggris digunakan sebagai alat komunikasi dan sebagai bahasa resmi seperti di Amerika Serikat, Inggris, Australia, dan sebagian wilayah Kanada.
Secara sepintas, posisi bahasa Inggris di Indonesia sangat penting karena masuk dalam kurikulum SD sampai PT serta ditetapkannya TOEFL sebagai syarat masuk dan tamat di sejumlah PT. Tetapi sesungguhnya bahasa Inggris masih diperlakukan sebagai salah satu cabang ilmu seperti mata-mata pelajaran lainnya dan sebagai bahasa asing, alih-alih sebagai alat komunikasi. Dalam konteks ini, bahasa Inggris di Indonesia bukanlah sebagai bahasa kedua atau English as a Second Language (ESL) melainkan sebagai bahasa asing atau English as a Foreign Language (EFL).
Dari segi politik bahasa, posisi bahasa Inggris di Indonesia tidak sepenting di negara-negara lain, bahkan dipandang sangat lemah. Dalam Undang No.24 tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan, status bahasa Inggris sama sekali tidak disebutkan. Dalam Undang Undang ini, disebutkan bahwa alat komunikasi resmi di lingkungan kerja pemerintah dan swasta adalah Bahasa Indonesia dan bahasa pengantar pendidikan, kecuali untuk tujuan khusus, adalah Bahasa Indonesia.
Idealnya agar bahasa Inggris dapat menjadi ESL, seharusnya UU tersebut memuat pasal yang membuka ruang bagi penggunaan bahasa Inggris secara lebih luas seperti di negara-negara tetangga. Meskipun secara teoretis, posisi bahasa Inggris di Indonesia sama dengan di Korea Jepang, Iran, dan Thailand yakni EFL, penguasaan bahasa Inggris masyarakat Indonesia masih jauh berada di bawah penguasaan bahasa Inggris masyarakat di negara-negara tersebut. Salah satu indikatornya adalah, jumlah publikasi internasional yang ditulis orang Indonesia di jurnal-jurnal terideks pemeringkat utama dunia jauh lebih kecil dari jumlah yang ditulis orang-orang dari negara-negara tersebut serta kemampuan berbahasa Inggris akademisi di negara-negara tersebut jauh lebih baik dari kemampuan berbahasa Inggris akademisi di Indonesia.
Di samping kondisi tersebut, politik bahasa di Indonesia juga menempatkan bahasa Inggris pada posisi yang semakin lemah dengan dihapuskannya mata pelajaran bahasa Inggris dari kurikulum 2013 SD dan dikuranginya alokasi waktu untuk pelajaran bahasa Inggris di tingkat SMA yang penerapannya dimulai tahun 2014. Kebijakan ini kontras dengan kebijakan bahasa di Malaysia, Singapura, Thailand, Korea, Jepang, India, dan negara-negara lain di dunia yang mewajibkan bahasa Inggris dipelajari mulai dari SD sampai PT. Bahkan di Singapura, sejak usia dini, bahasa Inggris dijadikan sebagai bahasa resmi dalam proses belajar-mengajar.
Langkah yang diambil pemerintah Indonesia untuk menghapuskan pelajaran bahasa Inggris dari kurikulum SD dan mengurangi alokasi waktu untuk pelajaran tersebut pada kurikulum SMA atas alasan bahwa pelajaran bahasa Inggris telah melemahkan capaian siswa dan mahasiswa Indonesia dalam pelajaran bahasa Indonesia adalah keliru dan merupakan langkah mundur.
Panggabean (2015) mengatakan bahwa penguasaan bahasa asing, termasuk bahasa Inggris tidak menghambat bahkan menguatkan penguasaan bahasa ibu, Bahasa Indonesia. Hal ini sangat logis atas dasar, gramatika dan kosa kata bahasa Indonesia sangat dipengaruhi oleh bahasa Inggris. Semakin luas penguasaan lingusitik bahasa Inggris seseorang, semakin meningkatlah kemampuan bahasa Indonesianya. Berdasarkan hal itu, pengurangaan alokasi waktu untuk pelajaran bahasa Inggris di SMA tidak berdasar. Sementara itu, selain kontras dengan kebijakan bahasa di negara-negara lain, penghapusan mata pelajaran bahasa Inggris di SD sangat kontras dengan fenomena proses perolehan bahasa (language acquisition) yang menekankan pentingnya pemelajaran bahasa pada usia dini.
Penfield (1959) dalam hipotesisnya, Critical Period Hypothesis, mengemukakan bahwa usia yang paling tepat untuk mempelajari bahasa asing adalah usia sepuluh tahun pertama karena pada masa itulah otak manusia mencapai plastisitas atau fleksibilitas. Pada masa pubertas, otak manusia akan kehilangan elastisitas dan fleksibilitasnya yang mengakibatkan proses belajar bahasa asing semakin sulit. Atas dasar itu, politik bahasa yang menghapuskan bahasa Inggris dari kurikulum SD akan menghambat sasaran Kemenristekdikti untuk mendorong PT menghasilkan karya ilmiah dengan kaliber internasional dan menghimbau PT untuk go international. Ketrampilan berbahasa Inggris, khususnya dalam penulisan karya ilmiah tidak dapat dicapai dalam waktu singkat melainkan dalam waktu yang cukup lama melalui proses kegemaran memakai bahasa Inggris, latihan melalui trial and error, pembiasaan diri sampai pada proses pengajuan tulisan untuk dipublikasikan yang pasti akan diwarnai dengan penolakan-penolakan dan revisi. Proses seperti itu sudah barang tentu harus dimulai sejak SD.
Kebijakan bahasa lainnya yang membatasi pemakaian bahasa Inggris di Indonesia adalah pembatasan pemakaian bahasa Inggris dalam penyiaran seperti tercantum dalam Undang- Undang No. 32 tentang Penyiaran. Dalam UU ini disebutkan, bahasa asing hanya dapat digunakan sebagai bahasa pengantar sesuai dengan keperluan suatu mata acara siaran., berbeda dengan di Malaysia dan negara-negara lainnya di mana terdapat banyak penyiaran yang sepenuhnya menggunakan bahasa Inggris.
Walaupun terdapat pembatasan-pembatasan, kita tidak boleh menunggu sampai kebijakan pemerintah atau legislasi menempatkan bahasa Inggris pada posisi yang sangat urgen baru kita mulai belajar dan menggunakan bahasa Inggris. Setidaknya ada beberapa konsep dan langkah strategis yang dapat kita lakukan untuk mengakselerasikan penggunaan bahasa Inggris dan meningkatkan kemampuan warga bangsa dalam menggunakannya seperti di bawah ini.
1. Masyarakat Indonesia harus menyadari bahwa menggunakan bahasa Inggris bukanlah wujud penjajahan Amerika, Inggris, dan Australia. Tujuan kita menggunakan bahasa Inggris adalah untuk membangun bangsa melalui penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi, ekonomi, dan budaya global yang terbungkus dalam bahasa Inggris. Daya saing global Indonesia akan semakin kuat jika rakyatnya menguasai bahasa global, khususnya bahasa Inggris. Sebaliknya, jika bahasa saja kita tidak ketahui, tidak mungkin kita bisa melakukan negosiasi, berdebat, mempengaruhi negara lain, dan menyerap kemajuan yang berlangsung sangat cepat.
2. Mempelajari dan meningkatkan frekuensi dan cakupan bahasa Inggris tidak berarti bahwa kita menyampingkan Bahasa Indonesia dan bahasa-bahasa daerah. Pengembangan bahasa Indonesia hingga menjadi bahasa internasional dan pembinaaan bahasa-bahasa daerah yang sekitar 500 di antaranya terancam punah sama sekali tidak bertentangan dengan penguasaan bahasa Inggris. Mengembangkan bahasa Indonesia dan bahasa daerah secara bersamaan dengan memakai bahasa Inggris akan menjadikan rakyat Indonesia sebagai masyarakat multilingual seperti Malaysia, Singapura, dan sejumlah negara Eropa, Afrika, dan Timur Tengah.
3. Indonesia harus mengubah posisi bahasa Inggris dari EFL menjadi ESL dengan menggunakannnya sesering mungkin, khususnya di sekolah-sekolah dan PT. Pada awalnya, hal seperti itu sulit dilakukan tetapi jika bahasa Inggris diperlakukan seperti making fun, penggunaan bahasa Inggris akan menjadi kebiasaan seperti yang kini telah kami ciptakan di lingkungan Fakultas Sastra UMI. Perlu diingat, language is a habit. Melalui strategi ini, masyarakat Indonesia dapat menguasai bahasa Inggris meskipun tidak merupakan bekas jajahan Inggris.
4. Bahasa Inggris tidak lebih sulit dari bahasa-bahasa lainnya, termasuk Bahasa Indonesia, bahasa Karo, bahasa Jawa, dan bahasa Aceh serta bisa dikuasai oleh setiap manusia normal tanpa terlepas dari latar belakang daerah asal, suku, dan ciri biologis. Mengenai hal ini, Jacob (1968) mengatakan,
Normal infants are born fully equipped to learn any human language spoken anywhere in the world, and all normal children go through more or less the same stages of learning languages, with no language appearing to be more difficult to learn than any other.
Hal yang sama juga dikemukakan Finnegan (1989),
It is important to recognize that any child who is capable of acquiring some particular human language is capable of acquiring any human language. All children except those with mental or physical impairments acquire their native language in childhood, whatever their culture and whatever their level of intelligence. The ability to acquire language is a fundamental human trait.
5. Di tengah semakin urgennya bahasa Inggris, terdapat sekitar 700 variasi bahasa Inggris di dunia yang dinamakan Englishes. Termasuk dalam variasi ini adalah bahasa Inggris yang digunakan sehari-hari di Malaysia (Manglish) dan di Singapura (Singlish), bahasa Inggris Korea, dan bahasa Inggris Irak. Berdasarkan hal ini, bahasa Inggris tidak harus seperti bahasa Inggris Amerika, Inggris, dan Australia. Berkaitan dengan hal ini, Mohanraj (2013) mengungkapkan, It is no longer necessary to look up to the British or the American variety as our models to be followed. We may have our own indigenous varieties that suit our purposes. Dengan demikian, masyarakat Indonesia harus mulai memakai bahasa Inggris yang bersumber dari bumi Indonesia sehingga akan lahir bahasa Inggris Indonesia bahkan bahasa Inggris Batak, bahasa Inggris Madura, bahasa Inggris Papua, dan lain-lain. Hambatan psikologis bahwa bahasa Inggris harus seperti bahasa Inggris Obama atau Beyonce, misalnya, harus dihilangkan dengan mengembangkan bahasa Inggris kita sendiri. Yang penting dilakukan adalah memakai bahasa Inggris pada ruang dan kesempatan yang tidak terbatas, terlepas dari kesalahan pengucapan dan gramatika. Kondisi seperti inilah yang tercipta di Malaysia dan Singapura sehingga pemakaian bahasa Inggris meluas. Untuk tahap pembelajaran awal, pemakaian bahasa Inggris tanpa mempersoalkan kesalahan pengucapan dan gramatika dipandang sangat tepat dan dapat dilakukan oleh semua orang, khususnya di sekolah-sekolah dan kampus-kampus. Untuk tahap berikutnya, mencapai kemahiran memakai bahasa Inggris dalam negosiasi, pidato, konsep nota kesepahaman, seminar, dan penulisan karya ilmiah (English for Specific Purposes), diperlukan latihan dan pembelajaran intensif dan terencana di sekolah dan PT.
Finnegan, E.,& Besnier, N., (1989). Language, its structure, and use. Sandiego: Harcourt Brace Jovanich. Moharanraj.S. (2013). Teaching English in Today’s World (Proceedings).2013 International Conference. Bandar Lampung:UBL Panggabean, H., (2015) Problematic Approach to English Learning and Teaching: A Case in Indonesia. English Language Teaching. Canada: Canadian Center of Science and Education.. Penfield, W., &Roberts, L., (1959). Speech and Brain Mechanisms. New York: Atheneum Press. Scimago Journal Ranking, http://www.scimagojr.com/countryrank.php,. Diunduh tanggal 1 Juli 2015.